Aku yang memutuskan untuk menjauhimu
Aku juga yang memutuskan untuk pergi
Walaupun kenyataannya kau tak pernah peduli apa yang aku putuskan
Aku diam..
Aku bersikap seolah tiada yang terjadi
Aku bahkan tersenyum dengan keadaan yang sekarang
Seperti yang kau ‘ajar’ kan padaku
Dalam diam, aku terus tersenyum..
Mungkin sampai tertawa
Sampai akhirnya malam ini aku menangis
Entah apa yang ku tangisi..
Menyesali keterlambatan pengakuanku?
Menyesali kedatangan perasaan itu?
Lalu?
Mana janji sang waktu? Untuk mengikis semuanya?
“Aku merindukanmu”, begitu kata hatiku
Karena jika aku berkata melalui lisanku, ia akan berkata sebaliknya
Untuk sekedar mengakui bahwa semua itu masih ada
“Aku ingin melihatmu”, begitu kata mataku
Karena jika aku berkata melalui lisanku, ia akan tetap akan berbohong dan berkata sebaliknya
Untuk sekedar melihat siluet tubuhmu yang dulu
Kau merindukan aku?
Pernah kah kau berusaha mencari bayanganku di tengah keramaian?
Atau sekedar memikirkan keberadaanku sekarang?
Ketika beberapa kali kita berada dalam satu titik yang sama pun, aku tetap tidak bisa meneriakkan namamu. Untuk sekedar memberi tahumu jikalau aku masih ada di dunia ini.
Apa yang bisa ku lakukan?
Mengira-ngira kau juga merindukan ku?
Aku terlalu takut untuk membuat fantasi lain, fantasi yang akan berbuah menjadi harapan
“Waktu tak pernah melenyapkan perasaan, ia hanya menyekapnya di dalam ruang. Menunggu saat yang tepat untuk kembali”
Dan sekarang aku berkata, aku menangis bukan karena keterlambatan pengakuanku atau apapun itu
Tapi..
Menangisi perasaan yang ku kira telah hilang dan lenyap itu!
Kamis, 26 April 2012 -
0
komentar


"Before Us"
Langganan:
Postingan (Atom)