Jumat, 24 Februari 2012 - 0 komentar

Jiwa itu terlalu tenang

Ayah..
Sudah lama tidak bertemu, apa kabarmu disana?
Andai aku bisa tau keadaanmu hanya dengan mengirim sebuah pesan,
sudah ku lakukan dari dulu
Sudah berapa lama itu berlalu? 5 tahun?

Ayah..
Kenapa ayah selalu diam saat hadir dalam mimpiku?
Tidak ada kah yang ingin ayah sampaikan? Atau ada sesuatu yang membuat ayah marah?
Tidak yang seperti aku bayangkan. Di cerita yang ada, orang yang sudah meninggal akan hadir di mimpi keluarganya. Lalu ia berbicara dengan keluarganya, menyampaikan pesan-pesan atau bahkan bisa sampai bersentuhan dan berpelukan.
Ayah tidak tau cerita itu? Atau ayah tidak tau bagaimana cara berkomunikasi dengan manusia yang masih hidup? Mungkin ada suatu segel?

Ayah..
Apa jiwa-jiwa yang sudah pergi dari bumi masih mengingat orang yang ia sayang sebelumnya?
Apa ayah pernah berusaha menembus pemisah alam itu?
Lalu, ayah melihat semua yang kami lakukan disini?
Ayah pernah melihat aku diam-diam menangis di balik selimut, disaat aku merasa sendiri dan seharusnya ayah ada bersamaku. Ayah lihat?
Aku diam dibalik selimut, tubuh ku agak bergetar sedikit, sesekali aku menghapus air mataku..
Tapi aku samarkan, agar tak ketauan ibu.

Aku tau, bukan aku saja yang merindukanmu.
Ibu dan kakak-kakak juga sama, sepertinya..
Hanya saja mereka tidak menunjukkan dengan jelas.
Atau mungkin mereka juga pernah diam-diam menangis seperti yang ku lakukan?
Mereka berbeda, setidaknya mereka lebih lama merasakan kasih sayang ayah.
Sedangkan aku? Sedikit sekali yang bisa aku ingat dari ayah.

Ayah..
Mungkin jika saat itu aku tidak memaksa untuk kembali ke kota ini, kita bisa bersama sekarang.
Entah di alam yang mana.

Ayah..
Aku sudah dewasa, ayah percaya?
Tidak ada yang percaya jika aku berkata demikian, mereka mencibir.
Seseorang pernah berkata, aku memang sudah dewasa tapi disisi lain aku juga tidak bisa menghilangkan sisi kekanakanku. Dia tulus? Atau cuma ingin menghibur?

Ayah..
Kepergianmu agaknya sedikit banyak merubah kepribadianku.

Aku mulai menutup diri.
Mereka melihat aku selalu tertawa, bahagia dan seakan tidak ada masalah.
Itu kamuflase, itu palsu. Aku melakukan itu agar menjadi pribadi yang menyenangkan, tidak membosankan bagi mereka.

Aku mulai benci keramaian.
Lebih baik aku berdiam diri dan tenggelam dengan satu bacaan. Berbeda dengan aku yang dulu? Yang suka keramaian dan selalu ingin bersenang-senang. Aku lebih suka saat sendirian di rumah tanpa seorang pun. Aku memang takut sendirian tapi aku suka. Aneh?

Aku mulai mandiri.
Benarkah? Aku mandiri? Itu juga banyak yang mencibir, mungkin bagi mereka kata ‘manja’ lebih tepat untukku.
Mereka tidak tau bagaimana sulitnya aku melawan rasa takutku saat pulang sendirian, mencari lilin ditengah kegelapan jika sendirian dirumah dan sederet lainnya yang berusaha ku lawan takutnya. Mereka hanya bisa mencibir jika aku berkata demikian.

No one never sees..
No one feel the pain..

 Sampai akhirnya aku menemukan seseorang yang tau, memahami dan percaya.
“Aku tidak pernah bertemu dengan seseorang yang hatinya semurni hatimu”, begitu katanya padaku. Murni? Dia tau semua niat baikku, yah.. Entah tau dari mana, kebetulan?
Dia juga tau jika ada sedikit niat jahat yang terlintas di benakku, “Itu pikiran negatif, jangan dibiarkan berkembang. Akan merusak kemurnian hatimu”.
Dia bisa membaca pikiran? Cuma dia yang percaya ketulusan yang tersembunyi itu, yang aku sendiri tidak menyadarinya. Bahkan ibu pun tidak pernah berkata seperti itu.

Ayah..
Aku percaya jika ada yang mengatakan ‘orang baik akan meninggal cepat’.
Tapi apa alasannya? Karena Allah ingin di dampingi oleh orang baik disisi-Nya?
Atau Allah tidak ingin dunia nyata merusak akhlak orang baik itu?

Lalu?
Apa aku tak cukup baik, yah? Bukankah seseorang itu berkata dia bisa merasakan kemurnian hatiku?
Jika dia saja bisa merasakan, apakah Allah tidak bisa? Tentu bisa kan?!
Aku bosan disini, lebih tepatnya tidak ingin lagi disini.
Aku terlalu letih untuk berhadapan dengan kebohongan, kemunafikan, keegoisan dan.. kepengecutan. Di dunia ini ada empat hal itu, bukan?
Bersampingan dengan yang baik tentunya.

Ayah..
Apakah di dalam kubur itu gelap?
Apa yang bisa kita lakukan disana?
Ketika aku datang mengunjungi makam ayah, apakah ayah senang?
Bisakah ayah minta pada Allah agar secepatnya mempertemukan kita?
Secepatnya..

0 komentar:

Posting Komentar