***
Beberapa hari yg lalu, aku menyempatkan diri berjalan di sebuah pusat perbelanjaan. Satu pemandangan menarik perhatianku ketika keluar dari salah satu restoran cepat saji, seorang anak perempuan bergelayutan di tangan kokoh Ayahnya. Melihat seragam putih abu-abu yg ia kenakan, aku menaksir usianya dibawah 17 tahun. Yaa.. aku memang selalu iri jika melihat anak perempuan bergandengan dengan Ayahnya. Sisi iblisku berkata, "Seharusnya anak itu juga merasakan seperti apa rasanya kehilangan Ayah". Ingatanku terlempar saat pertama kali mengenakan seragam putih abu-abu itu. Aku sengaja mampir ke Rumah Sakit tempat Ayah dirawat sebelum berangkat sekolah. Menunjukkan padanya bahwa gadis kecil yang biasa ia gendong sudah beranjak remaja. Apa yang biasanya gadis remaja lakukan bersama Ayahnya? Berjalan-jalan di Mall sambil melihat baju yang cantik? Atau menarik tangan Ayahnya untuk membujuk membelikan gadget terbaru? Bagaimana rasanya? Mengenalkan pacar pertama pada Ayah. Berdiskusi peguruan tinggi mana yg harus di ambil. Atau seperti sekarang, mengeluhkan beratnya tugas akhir yg mesti dilalui demi menyandang gelar. Seperti apa rasanya...kalian yg masih punya Ayah? Aku bertanya.. Seperti apa nasihat beliau ketika semangatmu tiba-tiba menghilang? Apa rasanya ketika melihatnya tersenyum bangga atas kerja kerasmu? Aku iri pada kalian. Bukan. Aku hanya rindu Ayahku. Kadang, dihari yg penuh dengan masalah, malam harinya dibalik bantal..tanpa sepengetahuan Ibu. Aku menahan isak agar tidak terlalu terdengar, mengimbangi dengan suara batuk supaya tidak terlalu kentara. Berandai-andai, seperti apa Ayah sekarang. Apa yang Ayah lalukan? Masih adakah setumpuk berkas yg harus ia selesaikan dengan komputernya, sementara juga harus menemaniku tidur? Masih adakah rekan kerjanya yg menyodorkan kertas yg harus ia tandatangani? Apa Ayah mencariku karena disana tidak ada lagi yg memotongkan kukunya? Mencari ubannya dan mengupahku dengan uang 100 perak setiap helainya? Siapa yg dimintai Ayah untuk memasakkan mie rebus kesukaannya? Siapa? Kata orang, jiwa itu akan tenang di alamnya sampai menunggu datangnya kiamat. Kata orang juga, di akhirat sana akan dimulai kehidupan yg baru.. Lalu, akankah mereka mengingat semua yang terjadi sewaktu hidup dulu?
Dulu, dengan perasaan bangga aku menuliskan namanya karena tambahan 2 gelar di belakang. Mengingat dulu blm banyak yg menyandang 2 gelar seperti Ayah. Aku tak sungkan menunjukkan raport kepada teman sepermainanku, disaat mereka tak ingin nama orangtuanya dijadikan lelucon panggilan.
Ayah..
Sekarang, sudah sayup-sayup terdengar orang menyebut namanya, tidak seperti dulu. Jika ia masih hidup, entah sebesar apa banggaku padanya. Entah sebanyak apa orang yg masih memanggil namanya. Iya. Jika beliau masih hidup..
Ya. Waktuku memang sebentar bersama Ayah, hanya 15tahun. Sedikit sekali kenangan yg bisa di kenang.. tapi jika ada seseorang yang memintaku untuk menceritakan seperti apa Ayahku..akan ada banyak sekali hal yg bisa kubanggakan.
Karena kata Ibu, "Ayah Orang Hebat".
0 komentar:
Posting Komentar